....Selamat untuk anakku Alifia Qurata Ayun wisuda Sarjana Farmasi....

Minggu, 23 November 2008

Siwalan (Borassus flabellifer)

Siwalan (Borassus flabellifer) 

Siwalan Dari Wikipedia bahasa Indonesia

Borassus flabellifer

Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae
Divisi: Angiospermae
Kelas: Monocotyledoneae
Ordo: Arecales
Famili: Arecaceae (sin. Palmae)
Genus: Borassus

Siwalan (juga dikenal dengan nama pohon lontar atau tal) adalah sejenis palma yang tumbuh di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di banyak daerah, pohon ini juga dikenal dengan nama-nama yang mirip seperti lonta (Min.), ental (Sd., Jw., Bal.), taal (Md.), dun tal (Sas.), jun tal (Sumbawa), tala (Sulsel), lontara (Toraja), lontoir (Ambon). Juga manggita, manggitu (Sumba) dan tua (Timor).[1]

Pohon palma yang kokoh kuat, berbatang tunggal dengan tinggi 15-30 m dan diameter batang sekitar 60 cm. Sendiri atau kebanyakan berkelompok, berdekat-dekatan.
Daun-daun besar, terkumpul di ujung batang membentuk tajuk yang membulat. Helaian daun serupa kipas bundar, berdiameter hingga 1,5 m, bercangap sampai berbagi menjari; dengan taju anak daun selebar 5-7 cm, sisi bawahnya keputihan oleh karena lapisan lilin. Tangkai daun mencapai panjang 1 m, dengan pelepah yang lebar dan hitam di bagian atasnya; sisi tangkai dengan deretan duri yang berujung dua.

Karangan bunga dalam tongkol, 20-30 cm dengan tangkai sekitar 50 cm.[2] Buah-buah bergerombol dalam tandan, hingga sekitar 20 butir, bulat peluru berdiameter 7-20 cm, hitam kecoklatan kulitnya dan kuning daging buahnya bila tua. Berbiji tiga butir dengan tempurung yang tebal dan keras.

Kegunaan

Daunnya digunakan sebagai bahan kerajinan dan media penulisan naskah lontar. Barang-barang kerajinan yang dibuat dari daun lontar antara lain adalah kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk pakaian dan sasando, alat musik tradisional di Timor.
Sejenis serat yang baik juga dapat dihasilkan dengan mengolah tangkai dan pelepah daun. Serat ini pada masa silam cukup banyak digunakan di Sulawesi Selatan untuk menganyam tali atau membuat songkok, semacam tutup kepala setempat.[1]

Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan.
Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) disadap orang nira lontar. Nira ini dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi menjadi tuak, semacam minuman beralkohol buatan rakyat.

Buahnya juga dikonsumsi, terutama yang muda. Biji yang masih muda itu masih lunak, demikian pula batoknya, bening lunak dan berair (sebenarnya adalah endosperma cair) di tengahnya. Rasanya mirip kolang-kaling, namun lebih enak. Biji yang lunak ini kerap diperdagangkan di tepi jalan sebagai “buah siwalan” (nungu, bahasa Tamil). Adapula biji siwalan ini dipotong kotak-kotak kecil untuk bahan campuran minuman es dawet siwalan yang biasa didapati dijual didaerah pesisir Jawa Timur, Paciran, Tuban. Rasa minuman es dawet siwalan ini terasa lezat karena gulanya berasal dari sari nira asli.

Daging buah yang tua, yang kekuningan dan berserat, dapat dimakan segar ataupun dimasak terlebih dahulu. Cairan kekuningan darinya diambil pula untuk dijadikan campuran penganan atau kue-kue; atau untuk dibuat menjadi selai.

Ekologi dan penyebaran
Pohon ini terutama tumbuh di daerah-daerah kering. Di Indonesia, siwalan terutama tumbuh di bagian timur pulau Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Siwalan dapat hidup hingga umur 100 tahun atau lebih, dan mulai berbuah pada usia sekitar 20 tahun.

Rujukan
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 373-376.
Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 135.

MENGHITUNG PRODUKSI NIRA SIWALAN

MENGHITUNG PRODUKSI NIRA SIWALAN

Produksi nira pohon Siwalan ternyata berfluktuasi, pada bulan-bulan tertentu melimpah, dan pada saat yang lain surut atau istirahat. Dari desa Boto Tuban Jawa Timur, penulis menggali data produksi nira Siwalan dari 2 (dua) orang petani Siwalan, yaitu Pak Sogi dan Pak Rosan. Berikut ini cacatannya.

Ternyata fluktuasi produksi nira Siwalan ini sangat dipengaruhi oleh siklus musim kemarau dan penghujan. Memasuki musim penghujan seperti sekarang ini produksi nira Siwalan mulai menurun. Pada bulan Januari, Pebruari dan Maret pohon Siwalan istirahat berproduksi, artinya produksi niranya hampir tidak ada, kalau toh ada pohon yang berproduksi paling tidak lebih dari 17,5 % dari pohon dewasa yang ada..

Memasuki bulan April dan Mei musim hujan sudah berakhir, curah hujan sudah mulai kurang, sinar matahari sangat kuat memancarkan radiasinya dan angin lautnya juga semaki gencar membawa udara panas dan agak kering. Pohon Siwalan mulai berproduksi lagi antara 20 % sampai dengan 40 % dari jumlah pohon dewasa. Produksi nira dari pohon yang sudah berproduksi pada bulan April dan Mei ini rata-rata masih rendah, yaitu antara 1,5- 3 liter per pohon per hari.

Memasuki bulan Juni, Juli, Agustus sampai bulan September keadaan juga semakin kemarau, iklimnya panas anginnya juga kuat. Pada saat seperti ini hampir semua pohon Siwalan yang dewasa mengeluarkan niranya. Bisa dikatakan antara 80% sampai 100% dari pohon dewasa bisa diambil niranya. Produktifitas niranya juga paling tinggi pada masa-masa seperti ini. Dari sampel petani yang ada menunjukkan produktifitas nira dapat mencapai antara 3-6 liter per hari per pohon.

Kemudian produktifitas berangsur menurun lagi memasuki bulan Oktober, November dan Desember, prosentase jumlah pohon yang berproduksi juga menurun. Produktifitas nira Siwalan setiap hari dari setiap pohon hanya mencapai anatar 1.5 – 3 liter. Sedangkan prosentase jumlah pohonnya juga sudah menurun menjadi sekitar 20% sampai 50 %.

Data dia atas diambil dari 2 orang petani Siwalan di Boto Tuban Jawa Timur. Kalau disajikan dalam tabel kurang lebih menjadi data seperti di bawah ini.

Tabel Fluktuasi produksi nira Siwalan setiap bulan selama setahun

Bulan ----------Pohon yang produksi (%) -----------Produksi Nira (liter/hari/pohon)

Januari -------- 0 – 17,5 % --------------------------0.0 - 1,5
Pebruari ------  0 – 17,5 % --------------------------0.0 - 1,5
Maret --------- 0 – 17,5 % --------------------------0.0 - 1,5
April ----------20 – 40 % ---------------------------1,5 – 3.0
Mei -----------20 – 40 % ---------------------------1,5 – 3.0
Juni ---------- 80 – 100 % --------------------------2.5 - 5.0
Juli -----------80 – 100 % -------------------------- 2.5 - 5.0
Agustus ------ 80 – 100 % -------------------------- 2.5 - 5.0
September --- 80 – 100 % -------------------------- 2.5 - 5.0
Oktober ------ 20 – 50 % --------------------------- 1,5 – 3.0
November ---- 20 – 50 % --------------------------- 1,5 – 3.0
Desember -----20 – 50 % --------------------------- 1,5 – 3.0


Kalau setiap petani Siwalan memiliki 12 pohon, maka siklus dan jumlah produksi rata-ratanya adalah kurang lebih sebagai berikut :

Tabel Perkiraan produksi nira Siwalan setiap hari dari 12 pohon per petani

Bulan -------- Pohon yang produksi (pohon) ---------Produksi Nira (liter/hari)

Januari ------  0 – 2 pohon -------------------------- 0.0 - 3.0
Pebruari -----  0 – 2 pohon -------------------------- 0.0 - 3.0
Maret -------   0 – 2 pohon -------------------------- 0.0 - 3.0
April --------    2 - 5 pohon ---------------------------3.0 – 15
Mei ---------    2 - 5 pohon --------------------------- 3.0 - 15
Juni ---------   9 - 12 pohon ------------------------   22.5 - 60
Juli ---------    9 - 12 pohon ------------------------   22.5 - 60
Agustus ----     9 - 12 pohon ------------------------   22.5 - 60
September --   9 - 12 pohon ------------------------   22.5 - 60
Oktober ----     2 - 6 pohon -------------------------     3.0 –18
November ---- 2 - 6 pohon -------------------------     3.0 –18
Desember -----2 - 6 pohon -------------------------     3.0 –18

Angka di atas sebenarnya masih terlalu kasar untuk diproyeksikan dalam skala lebih besar. Misalkan kalau kita akan membangun kebun siwalan secara intensif dengan jarak 4 x 6 meter2, atau dengan populasi sebanyak 400 pohon per hektar. Seandainya kita menggunakan angka di atas untuk proyeksi 400 pohon dalam setiap hektarnya, akan diperoleh angka kasar perkiraan produksi sebagai berikut.

Tabel Perkiraan produksi nira Siwalan setiap hari dari 400 pohon per hektar

Bulan ------Pohon yang produksi --Produksi Nira (liter/ha) .
                                                                    (per hari)            (per bulan) .

Januari-----  0 – 70 pohon --------0.0 - 105 --------0.0 - 3.150
Pebruari ---  0 – 70 pohon --------0.0 - 105 --------0.0 - 3.150
Maret -----   0 – 70 pohon --------0.0 - 105 --------0.0 - 3.150
April -----   80 - 160 pohon -------140 - 480 ----- 4.200 - 14.400
Mei ------   80 - 160 pohon ------  140 - 480 ----- 4.200 - 14.400
Juni -----  360- 400 pohon ------  800 - 2000 -- 24.000 - 60.000
Juli -----   360- 400 pohon ------  800 - 2000 -- 24.000 - 60.000
Agustus --360- 400 pohon ------  800 - 2000 -- 24.000 - 60.000
September360- 400 pohon ------ 800 - 2000 -- 24.000 - 60.000
Oktober ---80 - 200 pohon ------ 140 - 600 ----- 4.200 - 18.000
November -80 - 200 pohon ------ 140 - 600 ----- 4.200 - 18.000
Desember -80 - 200 pohon ------  140 - 600 ----- 4.200 - 18.000

Jumlah-----------------------------------------      117.000 - 332.500

Dari proyeksi data di atas, produksi kebun Siwalan yang luasnya sehektar dengan populasi 400 pohon dapat diperkirakan akan menghasilkan nira Siwalan sebanyak antara 117.000 liter sampai dengan 332.500 liter per hektar per tahun. Kalau dirata-rata produksi setiap hari  dari kebun se hektar adalah 325 - 923 liter/hari/hektar  atau kalau dihitung rata-rata dari setiap pohon 0.81 – 2.3 liter/hari/pohon. 

Sebenarnya sangat menjanjikan, namun belum banyak orang yang berpikir untuk mengebunkan pohon yang relatif tahan terhadap kekeringan tersebut. Malah dikatakan sangat cocok bila iklim di daerah penanamannya adalah kering. Karena pada saat kemarau terbukti malah tinggi produksinya.

Pohon ini adalah anugerah untuk daerah-daerah yang musim kemaraunya relatif panjang seperti di daerah Indonesia Bagian Timur, NTT, NTB, Ambon, Maluku, Pantai Utara Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Tenggara, dll.  

Bagaimana dengan nilai ekonominya? Tentu saja akan tergantung dari permintaan pasar atau pasar mana yang dituju. Kalau produknya hanya untuk minuman tuak tentu hal ini nggak ada prospek yang luas. Kalau nira Siwalan ini diolah menjadi gula organik, sirup siwalan, dll. yang pemasarannya sangat luas bahkan sampai ke manca negara, tentu akan sangat menjanjikan.

Hitung saja seandainya nilai jual nira Siwalan di tingkat petani itu Rp 1.000 per liter, maka potensi pendapatan pekebun Siwalan dengan kepemilikan 400 pohon atau 1 hektar adalah sekitar Rp 117 juta – Rp 332,5 juta per hektar per tahun. Kalau harga nira di tingkat petani dihagai Rp 2.000 per liter, maka pendapatan petani akan mencapai Rp 234 juta – 665 juta. Tentu ini pendapatan yang masih kotor, belum dikurangi biaya-biaya yang ditimbulkan selama setahun, seperti upah tenaga penyadap dan biaya operasional lainnya.

Bagaimana menurut Anda ?

Sabtu, 22 November 2008

NGUNDUH TETESING WOLO SIWALAN






NGUNDUH TETESING WOLO SIWALAN

Adalah Pak Sogi, petani Desa Boto Kecamatan Semanding Kabupaten Tuban Jawa Timur, sosok petani yang memiliki lahan tegalan atau lahan kering yang memiliki 12 pohon Siwalan sudah menghasilkan. Di lahannya Pak Sogi juga punya beberapa pohon Siwalan yang masih belum menghasilkan atau masih muda.

Pak Sogi dikenal sebagai petani yang ulet. Bersama istrinya yang juga sangat rajin Pak Sogi setiap harinya pagi dan sore memanjat Legen Siwalan dan kemudian langsung memasarkannya di sekitar desanya sampai ke ibukota kecamatan Merakurak kepada para pelanggannya. Legen adalah nira Siwalan yang masih baru dan tidak mengalami fermentasi lanjut sehingga rasanya masih manis. Legen bisa berubah menjadi tuak yang rasanya agak pahit karena sudah mengalami fermentasi lanjutan dan mengandung alkohol yang kadang bisa membuat mabuk.

Pak Sogi memang spesialis memproduksi Legen manis saja. Petani Legen memang sedikit lebih repot dari pada petani Tuak. Repotnya adalah pada penyiapan bumbung penampung nira, membawanya ke atas pohon kemudian membawa hasil nira bersama bumbungnya yang lama turun ke bawah. Repotnya masih bertambah dengan memndahkan nira dari bumbung ke jerigen atau botol-botol Aqua yang sudah disiapkan. Bumbung-bumbung ini disebut dengan bethek. Bethek penampung legen ini harus dicuci dan disterilkan.

Bedanya memang disini, kalau petani Tuak tidak perlu membawa bethek bila memanjat pohon dan memungut hasilnya. Seperti Pak Rosan sang Petani Tuak, dia cukup membawa jerigen plastik dan sekaligus penyaringnya untuk memenjat naik ke atas pohon Siwalan. Begitu sampai di atas pohon Pak Rosan melaksanakan pekerjaannya yaitu memindahkan nira yang sudah berupa Tuak Muda atau Tuak Manis ini dari bethek atau bumbung penampung nira ke jerigen. Bethek tidak perlu dibawa turun untuk dibersihkan, sebab sisa nira yang lama itulah yang bisa merangsang fermentasi sehingga bisa menjadi tuak.

  Pak Sogi yang spesialis Legen ini memang sudah punya banyak langganan. Legen sangat enak kalau diminum langsung setelah baru diambil dari pohonnya. Makanya, biasanya Pak Sogi dan istrinya selalu siap mengantar Legen dengan menggunakan sepeda motor saat itu juga. Sebab kalau tidak langsung dikirim Legen bisa berubah rasa sedikit agak masam dan agak pahit setelah 4-5 jam.  

Pagi itu Pak Sogi menerima SMS pesanan Legen Siwalan dari pelanggannya sebanyak 2 botol Aqua besar. Harga legen sampai di tempat pembelinya adalah Rp 4.000,- per botol Aqua atau sebanyak 1,5 liter. Pagi itu hasil panennya adalah hampir 10 liter dari 4 pohon yang dipanjatnya. Nanti sore Pak Sogi harus akan memanjat lagi dan mengambil legennya. Kalau sore hari biasanya ia memungut sekitar 5-6 liter dari 4 pohon yang ada wolonya. Jadi setiap harinya pada bulan seperti ini akan dipungut sekitar 15 liter legen, atau sekitar 10 botol, dari 4 pohon. Artinya rata-rata produksi niranya sekitar 3,75 liter per pohon per hari.

Pada saat penulis mengunjungi kebun siwalan Pak Sogi dan Pak Rosan adalah pada tanggal 16 Bulan November 2008, yang sudah hampir memasuki musim penghujan, dimana produksi nira sudah mulai menurun. Hari itu berarti Pak Sogi dapat menjual sekitar 10 botol legen ke pelanggannya. Dari legen ini dia memperoleh Rp 40.000,- pada hari itu. Ini lebih menguntungkan dari pada dijual di rumahnya atau dibeli oleh pedagang legen yang berkisar antara Rp 2.000 sampai Rp 2.500 per botol Aqua.

Kalau Tuak harganya agak rendah yaitu sekitar Rp 1.500 per botol Aqua di tingkat petani. Kalau di tingkat konsumen harga tuak ini sekitar Rp 3.000 per botol Aqua. Pagi hari itu Pak Rosan memanen Tuak agak sedikit sekitar 5 liter dari 4 pohon yang dipungutnya. Padahal Pak Rosan memiliki pohon 12 pohon yang sudah menghasilkan. Sorenya nanti akan dipungut sekitar 3 literan. Jadi sehari pagi dan sore pada bulan-bulan seperti ini akan dihasilkan sekitar 8 liter dari 4 pohon, atau rata-rata 2 liter per pohon per hari.  

Jadi kalau dibandingkan dari 2 (dua) orang petani ini, yaitu antara Pak Sogi yang menghasilkan Legen dan Pak Rosan yang menghasilkan Tuak, maka Pak Sogi lebih banyak penghasilannya. Petani Legen nampaknya lebih sejahtera dibanding dengan rata-rata petani Tuak, padahal jumlah pohon yang dimiliki sama yaitu 12 pohon. Kalau dilihat dari etos kerjanya memang Petani Legen rata-rata lebih giat bekerja dan berusaha, jaringan pelanggannya juga lebih beragam dan rata-rata keyakinan agamanya juga lebih bagus.

Rumah Pak Sogi sudah mulai ditembok dan berukuran besar. Sedang rumah Pak Rosan masih belum ditembok dan agak kecil. Pak Sogi juga mempunyai Mushollah di samping rumahnya. Dan kelihatannya memang pergaulan Pak Sogi lebih luas dan lebih cair. Jadi hampir bisa diambil kesimpulan bahwa Pak Sogi lebih sejahtera karena silaturahminya lebih luas sehingga rizkinya juga lebih banyak dan lebih berkecukupan.

Tuhan memberi rizki dari berbagai sumber, manusia bisa memperoleh rizki dengan usahanya dan dengan izinNya. Siwalan adalah sumber rizki, rizki yang semula bening dan jernih serta diberkahi, selanjutnya jangan dinodai dengan menjadi bercampur dengan noda dosa yang kotor dan tidak diridloiNya.  

Astaghfirulloh il ‘Azhiim.

Jumat, 21 November 2008

LEGEN DAN TUAK SIWALAN DARI TUBAN

MENGENALI SIWALAN TUBAN
mulai bonjor, centhak, wolo dan gathik

Siwalan adalah tanaman jenis palma yang banyak tumbuh di daerah pesisir yang beriklim panas dan kering dengan hembusan angin laut yang sedikit kuat. Tuban, Lamongan, Gresik, Pasuruan, Situbondo, Bondowoso dan beberapa daerah sepanjang pantai utara (pantura) Pulau Jawa, adalah daerah endemik pohon Siwalan.

Penulis menyempatkan diri untuk mengunjungi beberapa petani Siwalan di Tuban, tepatnya adalah Pak Sogi dan Pak Rosan di Desa Boto, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban Jawa Timur. Dari dua orang nara sumber inilah tulisan ini bermula, yang ternyata memiliki prospek yang cukup bagus juga.

Siwalan di daerah Kabupaten Tuban seakan menjadi icon daerah ini. Kota Tuban kadang sering disebut Kota Tuak, Kota Tuak Tuban. Di beberapa penjuru kota Tuban banyak ditemui kerumunan orang di pinggir jalan yang duduk-duduk mengelilingi Jerigen Tuak, dengan tuak yang tersaji di gelas-gelas para peminum.  

Di sepanjang jalan antara Pakah dan Tuban terdapat banyak sekali deretan warung-warung yang menjual aneka produk Siwalan, seperti Buah Siwalan yang dibungkus plastik, Legen atau Tuak yang dikemas dalam botol Aqua besar dan tanggung, bahkan jerigen yang sekitar 5 literan.  

Dulu tuak ditampung dalam bumbung bambu yang panjangnya sekitar 150 cm yang disebut bonjor. Bonjor terbuat dari bambu besar beberapa ruas, yang mana ruas-ruasnya yang menyekat dibuka sehingga ruas-ruasnya terbuka. Bonjor ini biasanya bagian luarnya dililiti oleh anyaman daun siwalan yang melingkari bumbung bambu bonjor. Bonjor bisa menampung sekitar 10-20 liter tuak atau legen. Di ujung mulut bonjor biasanya ditutup dengan belahan pita tipis dari daun Siwalan sebagai alat penutup sekaligus penyaring Tuak atau Legen bila dituang di centhak.

Tempat untuk minum yang khas sebenarnya tebuat dari sekerat bambu. Bambu dengan tinggi sekitar 10 cm yang dijadikan gelas minuman ini disebut centhak. Bibir dan dinding centhak biasanya sudah ditipiskan, sehingga memudahkan apabila dipakai untuk wadah minuman. Sampai sekarang pun centhak masih gampang ditemui di Tuban.

Legen atau Tuak ini sebenarnya adalah air nira yang keluar dari pohon Siwalan melalui tangkai tandan bunga yang dipotong atau diiris atau disadap atau dideres. Tangkai tandan bunga ini lah yang dalam bahasa orang Tuban disebut dengan wolo. Ngunduh tetese wolo berarti memungut tetesan nira dari tangkai tandan bunga yang disadap.  

Ada dua macam wolo atau tangkai tandan bunga, yaitu wolo lanang dan wolo wadon. Tangkai tandan bunga jantan dan tangkai tandan bunga betina. Semuanya bisa disadap air niranya. Namun yang pasti diambil niranya adalah yang jantan, sedang yang betina kadang dibiarkan tidak disadap karena dipelihara buahnya.

Wolo tidak begitu saja mengeluarkan niranya, tetapi mesti dilakukan dulu perlakuan agar dapat mengeluarkan nira. Caranya wolo yang sudah hampir maksimal perkembangannya diperlakukan seperti dipijat-pijat atau dijepit dengan dua bilah bambu yang tebal atau gilig. Alat penjepit yang terbuat dari dua bilah bambu itu disebut dengan gathik.

Ada 2 (dua) macam gathik, yaitu gathik untuk bunga jantan bentuknya agak melebar, dan gathik untuk bunga betina biasanya agak gilig atau bulat. Hal ini karena pada tangkai bunga betina posisi menjepinya yang agak susah, karena tangkai tandan bunga betina biasanya agak brendhol-brendhol. Penjepitan wolo dengan gathik ini dilakukan secara terus menerus setiap hari selama 1 minggu. Setelah ada tanda-tanda wolo akan mengeluarkan niranya, maka pemotongan wolo pun akan dilakukan.

Sebenarnya masih banyak istilah-istilah lokal seputar Siwalan dan produknya. Mudahan suatu saat nanti Allah menakdirkan dapat mengunjungi Tuban lagi dan menulis lagi. Atau barangkali ke daerah lain yang memiliki potensi Siwalan sangat bagus, yang bisa digali banyak cerita seputar Siwalan serta istilah-istilah lokal sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia. Biar kita semakin mencintai Indonesia.

Terimakasih.

Angkatan Udara : Memanjat dan bekerja di udara





Wadah penampungan dan sajian legen-tuak Siwalan





Mengolah Legen dan Tuak Siwalan di Tuban





Kamis, 20 November 2008

Buah, Legen dan Tuak dari Siwalan di Tuban JaTim





Foto-foto Siwalan di Tuban Jawa Timur










Bismillahirrohmanirrohim

Dengan ucapan "dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang" memulai membuka blog baru dengan nama KEBUN SIWALAN.   Blog ini lahir setelah penulis pulang ke kampung di Tuban Jawa Timur hari Minggu tanggal 16-17 November 2008 yang lalu.

Kebetulan usai menjalankan tugas untuk mengikuti workshop tentang Desa Mandiri Pangan di Hotel Ina Garuda di Malioboro Yogjakarta, masih ada waktu untuk mampir TOT.  TOT itu bisa saja Training of Trainers, tapi yang saya maksud adalah Tengok Orang Tua.

TOTnya di Desa Sambonggede, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban, Propinsi Jawa Timur.  Sedang lokasi sasaran untuk memperoleh info tentang SIWALAN adalah di Desa Boto, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban.   Ada 2 (dua) orang petani SIWALAN yang menjadi nara sumber awal, yaitu Pak Sogi dan Pak Rosan.  Penulis ditemani oleh Mas Supardig, yang tidak lain adalah keponakan penulis sendiri, tapi belaunya lebih senior.

Pada tulisan-tulisan yang menjadi postingan awal dalam blog ini akan melaporkan hasil liputan dari Boto Tuban tadi.  Kepada para pengunjung blog ini akan juga disuguhkan berbagai tulisan yang tercecer disana-sini tentang SIWALAN.  Pokoknya blog ini akan diposisikan sebagai pusat rujukan utama, atau sumber referensi terdepan dalam usaha pengembangan SIWALAN di Indonesia.  Itu sih visinya, biar semangat!  Ya nggak ?! (Kalau nggak menyemangati diri sendiri, siapa lagi?!)

Selamat menikmati!

Salam dari orang Merakurak Tuban Jatim.