....Selamat untuk anakku Alifia Qurata Ayun wisuda Sarjana Farmasi....

Jumat, 02 Januari 2009

Di Pulau Sabu Kupang Nira Lontar Akan Diolah Jadi Bioetanol

Di Pulau Sabu Kupang Nira Lontar Akan Diolah Jadi Bioetanol

Oleh : ORANIS HERMAN & ARRY RIWU ROHI – Kupang

Sumber daya di pulau Sabu sangat banyak. Namun, semuanya itu belum diolah secara baik. Buktinya, di Sabu pohon lontar sangat banyak. Selama ini masyarakat hanya memanfaatkan dan diolah menjadi gula. Namun, sudah ada investor yang berminat akan mengolahnya menjadi bioetanol. 

SAYA sudah berjanji kepada masyarakat di Sabu bahwa komoditi lontar, kita akan memasukan investor untuk mengolah lontar menjadi bioetanol. Memang, tahun lalu saya sudah keluarkan izin untuk investor dari Surabaya masuk ke Sabu untuk mengolah lontar menjadi bioetanol.

Setelah kemarin saya kesana, saya lihat antusias masyarakat sangat besar, setelah saya sosialisasikan menyangkut konversi lontar nira ke bioetanol. Masyarakat sangat antusias sekali dan karenanya saya dalam waktu dekat akan mendorong investor yang bersangkutan agar segera membuka usahanya untuk mengolah nira menjadi bioetanol. 

Untuk kita semua ketahui bahwa potensi lontar yang ada di pulau Sabu termasuk Raijua, tidak kurang dari 1 juta pohon yang produktif. Teman-teman bayangkan saja kalau 1 juta pohon itu produksi, akan menghasilkan bioetanol yang sangat banyak sekali. Karena konvensinya, 1 liter bioetanol didapat dari 10 liter nira.

Satu hari satu pohon lontar bisa menghasilkan lebih kurang 10 liter nira. Saya kemarin tanya sendiri penyadap lontarnya. Saya datang kesana, saya suruh mereka turunkan nira dari pohonnya. Disitu kita buktikan bahwa satu pohon itu hasilnya sebenarnya belasan liter nira dalam sehari. 

Tapi kalau kita ambil angka yang konservatif saja, katakanlah hanya 10 liter per hari, maka satu pohon lontar menghasilkan 1 liter bioetanol per hari. Bayangkan kalau 1 juta pohon berproduksi. Atau kita ambil setengahnya saja, 500 ribu pohon yang berproduksi dalam sehari, maka satu hari Sabu menghasilkan 500 ton bioetanol. Ini cukup besar sekali.

Tidak usah 500 ton, katakan saja 250 ton per hari, itu sudah besar sekali bioetanol yang dihasilkan di Sabu. Saya perkirakan, kalau Sabu itu kita eksploitasi dia punya nira menjadi bioetanol, maka Sabu termasuk salah satu daerah penghasil bioetanol terbesar di Indonesia.
Pasarnya cukup kuat bioetanol. 

Karena pertamina pun menerima bioetanol sebagai penambah bahan bakar bensin untuk menaikan oktan dari pada bensin. Kalau bensin itu oktannya dibawah 100, kalau ditambah bioetanol, maka oktannya lebih dari 100 dan harganya lebih mahal.

Kalau kita mau rubah nira menjadi bioetanol, itu sangat menguntungkan masyarakat. Karena, masyarakat hari itu dia panen, hari itu juga dia dapat uang. Karena, hari itu dia setor niranya ke pabrik, hari itu juga dibayar niranya. Kalau dia harus olah lagi niranya, dia harus mendatangkan kayu. Justru budaya memasak gula inilah yang menyebabkan kita susah untuk menambah jumlah tanaman kayu-kayuan di Sabu. Karena, kayunya habis untuk bakar-membakar.

Tetapi dengan merubahnya menjadi bioetanol, tidak ada satu pohon kayupun yang dipakai untuk memasak gula. Memang, masyarakat tetap akan memasak gula, tetapi jumlahnya menurun sangat drastis sekali karena guna yang mereka masak hanya spesial untuk rumah tangga mereka saja

Sumber : http://www.timorexpress.com/index.php?act=news&nid=26302

Tidak ada komentar: