....Selamat untuk anakku Alifia Qurata Ayun wisuda Sarjana Farmasi....

Senin, 09 Mei 2011

Pohon Lontar Jeneponto butuh Industri Gula

Produksi Tuak Jeneponto Butuhkan Industri Gula

Produksi tuak (ballo) oleh masyarakat setempat lebih banyak dijual dalam bentuk minuman keras sampai di Kota Makassar, salah satu penyebabnya, karena minim fasilitas untuk mengolahnya jadi gula, kata anggota DPRD Sulsel Mukhtar Tompo di Makassar, Jumat .



"Kita minta kepada Dinas Perindustrian Sulsel agar mendirikan industri gula merah di sana. Kalau bisa sudah beroperasi 2012," katanya.

Menurut dia, setiap hari masyarakat Jeneponto memproduksi puluhan ribu liter tuak, tetapi belum dirasakan manfatnya karena tidak didukung oleh konsep ekonomi kerakyatan yang sering didengungkan pemerintah.

Ia menyebut, di "bumi turatea" Jeneponto hanya ada satu industri skala kecil pengelolaan gula merah dari nira lontar, itu pun hanya menghasilkan 100 kilo gram gula merah per hari.

"Industri gula merah, lontara sakti, tidak mampu menampung semua tuak yang dijual masyarakat dari Kecamatan Tamalatea. Sementara hampir semua kecamatan menghasilkan tuak," ujar Mukhtar.

Politisi Partai Hanura ini menyebut, di Jeneponto terdapat sekitar satu juta pohon lontar yang tumbuh liar, atau separuh dari wilayahnya ditumbuhi pohon yang dijadikan identitas dan warisan sejarah Sulsel.



Disperindag Sulsel, lanjut dia, cukup mengeluarkan anggaran sekitar Rp1 miliar untuk membangun pabrik yang difasilitasi tangki penampungan tuak, dan alat khusus berkapasitas besar untuk memasak menjadi gula merah.

Tangki penampung sementara, diperlukan untuk memperlambat proses tuak manis menjadi arak kecup (hamar) sebelum diolah menjadi gula.

Jika pabrik tersebut berdiri, Mukhtar, meyakini ekonomi masyarakat setempat meningkat, transaksi minuman keras menurun, dan masyarakat pra sejahtera Jeneponto yang menyebar di berbagai daerah bisa kembali kekampungnya untuk bekerja lebih layak.



"Setiap pohon lontar bisa produksi 10 liter tuak. PT Lontara Sakti membeli Rp20 ribu per jergen (20 liter). Untuk tuak pahit, dulu dijual Rp15 ribu per jergen. Rata-rata Rumah Tangga di sana minimal memiliki 10 pohon lontar," ucapnya.

Meski Disperindag tidak memiliki program pembangunan industri gula di APBD Sulsel 2011, Mukhtar berharap, dinas terkait bersama pemerintah setempat tetap menyosialisasikan kepada masyarakat untuk pengembangan sumber daya lokal. (T.KR-AAT/S016)

Sumber : http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/25066/produksi-tuak-jeneponto-butuhkan-industri-gula

Tidak ada komentar: